- Back to Home »
- Rohani »
- Kisah Pendaki Gunung
Posted by : dimz
Nov 19, 2011
Ini ada sebuah kisah tentang Pendaki Gunung. Ada banyak hal menarik yang bisa digali dari cerita ini. Tapi, untuk saat ini, saya mau share sedikit dari yang saya pahami. Yuk kita simak.
-------
Suatu ketika, ada
seorang pendaki gunung yang sedang bersiap-siap melakukan perjalanan.
Di punggungnya, ada ransel carrier dan beragam carabiner (pengait)
yang tampak bergelantungan. Tak lupa tali-temali yang disusun
melingkar di sela-sela bahunya. Pendakian kali ini cukup berat,
persiapan yang dilakukan pun lebih lengkap.
Kini, di hadapannya
menjulang sebuah gunung yang tinggi. Puncaknya tak terlihat, tertutup
salju yang putih. Ada awan berarak-arak disekitarnya, membuat tak
seorangpun tahu apa yang tersembunyi didalamnya. Mulailah pendaki
muda ini melangkah, menapaki jalan-jalan bersalju yang terbentang di
hadapannya. Tongkat berkait yang di sandangnya, tampak menancap
setiap kali ia mengayunkan langkah.
Setelah beberapa
berjam-jam berjalan, mulailah ia menghadapi dinding yang terjal. Tak
mungkin baginya untuk terus melangkah. Dipersiapkannya tali temali
dan pengait di punggungnya. Tebing itu terlalu curam, ia harus
mendaki dengan tali temali itu. Setelah beberapa kait ditancapkan,
tiba-tiba terdengar gemuruh yang datang dari atas. Astaga, ada badai
salju yang datang tanpa disangka. Longsoran salju tampak deras
menimpa tubuh sang pendaki. Bongkah-bongkah salju yang mengeras,
terus berjatuhan disertai deru angin yang membuat tubuhnya
terhempas-hempas ke arah dinding.
Badai itu terus
berlangsung selama beberapa menit. Namun, untunglah tali-temali dan
pengait telah menyelamatkan tubuhnya dari dinding yang curam itu.
Semua perlengkapannya telah lenyap, hanya ada sebilah pisau yang ada
di pinggangnya. Kini ia tampak tergantung terbalik di dinding yang
terjal itu. Pandangannya kabur, karena semuanya tampak memutih. Ia
tak tahu dimana ia berada.
Sang pendaki begitu
cemas, lalu ia berkomat-kamit, memohon doa kepada Tuhan agar
diselamatkan dari bencana ini. Mulutnya terus bergumam, berharap ada
pertolongan Tuhan datang padanya.
Suasana hening setelah
badai. Di tengah kepanikan itu, tampak terdengar suara dari hati
kecilnya yang menyuruhnya melakukan sesuatu. "Potong tali
itu.... potong tali itu."
Terdengar senyap
melintasi telinganya. Sang pendaki bingung, apakah ini perintah dari
Tuhan? Apakah suara ini adalah pertolongan dari Tuhan? Tapi bagaimana
mungkin, memotong tali yang telah menyelamatkannya, sementara dinding
ini begitu terjal? Pandanganku terhalang oleh salju ini, bagaimana
aku bisa tahu? Banyak sekali pertanyaan dalam dirinya. Lama ia
merenungi keputusan ini, dan ia tak mengambil keputusan apa-apa...
Beberapa minggu
kemudian, seorang pendaki menemukan ada tubuh yang tergantung
terbalik di sebuah dinding terjal. Tubuh itu tampak membeku,dan
tampak telah meninggal karena kedinginan. Sementara itu, batas tubuh
itu dengan tanah, hanya berjarak 1 meter saja....
-------
Jika dirimu adalah
seorang pendaki gunung yang tengah tergantung di tepi jurang yang
curam sebagaimana dalam cerita, bagaimana reaksimu? Berdiam atau
memotong tali?
Berbagai pilihan selalu
hadir dalam hidup kita. Dari mengawali hari di pagi hari (bangun
tidur) hingga hari berakhir, kita selalu dihadapkan dengan berbagai
pilihan. Mungkin pilihan-pilihan itu terdengar sepele. Tapi, satu
pilihan di awal hari mengantar kita kepada berbagai pilihan hingga
akhir hari. Percayakah kamu?
Misal saja begini. Di
pagi hari, kita terbangun dan langsung memulai hari dengan bersaat
teduh. Setelah itu kita bersiap mandi. Dalam perjalanan ke toilet,
kita bertemu dengan teman sekost dan saling berbagi senyum atau tukar
sapa. Usai mandi, kemudian bersiap-siap ke kampus, dan berangkat.
Sampai di kampus, mampir ke kantin untuk sarapan. Lalu ikut
perkuliahan sampai sesi 3 dan pulang. Di tengah perjalanan pulang,
ada SMS untuk menghadiri rapat saat itu juga. Usai rapat dan sampai
di kost, badan terasa lelah. Sedangkan berbagai tugas belum selesai.
Dan seterusnya.
Nah, bagaimana bila pagi
itu tidak langsung SaTe setelah bangun tidur, tapi malah
bersantai-santai? Bisa jadi kita merasa malas dan ingin tidur lagi.
Lalu terlambat bangun, mandi dengan terburu-buru. Sampai kampus
telat, dan tidak sempat sarapan. Suasana hati kacau karena situasi di
pagi hari. Kuliah jadi ga konsen. Pulang kuliah, wajah seperti orang
depresi, galau. Dapat SMS untuk ikut rapat, malah marah-marah. Sampai
di kost, langsung tidur. Tugas buat esok hari belum selesai.
Itu baru satu kemungkinan
kejadian dari berbagai kombinasi kejadian yang mungkin terjadi.
Bagaimana bila kita memilih untuk tidak kuliah? Bagaimana kalau kita
memilih untuk pergi sarapan walau sudah telat? Baru bangun tidur saja
sudah ada berbagai pilihan. Rencana untuk masuk STIS pun juga berawal
dari suatu pilihan. Bagaimana kita mengatasi dan menentukan pilihan-pilihan ini? Ada solusi 90/10 yang cukup membantu, info selengkapnya bisa dilihat disini.
Mungkin hal-hal tersebut
bisa disepelekan. Tapi, bagaimana dengan pilihan yang menyangkut
keselamatan atau hidup kita? Maukah kita menyepelekannya dan menjadi
seperti pendaki tadi? Tuhan sudah menunjukkan jalan pada kita (ingat
Yoh 14:6). Tinggal bagaimana kita memilih dari berbagai jalan yang
merupakan jalan yang ditunjukkanNya. Mari kita buat diri kita semakin
peka akan pilihan-pilihan yang hadir dalam hidup kita yang telah
ditunjukkan olehNya.
GBUs ^^